Sejarah Tepat 80 Tahun Lalu Hari Ini Bung Karno dan Bung Hatta Diculik Para Pemuda ke Rengasdengklok. Dok : Kompas.
Ketika fajar belum benar-benar terbit pada 16 Agustus 1945, bumi Indonesia menyaksikan babak baru perjuangannya. Dengan pertanyaan besar: Akankah proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan—atau ditunda oleh pengaruh Jepang yang masih membayangi?
Golongan Muda vs Golongan Tua: Ketegangan atas Waktu Proklamasi
Golongan tua—diwakili oleh Soekarno dan Mohammad Hatta—cenderung ingin berhati-hati, menunggu legitimasi dari PPKI, lembaga yang dibentuk Jepang, demi menjaga ketertiban dan meminimalisasi risiko panasnya situasi pasca-Perang Pasifik.
Sebaliknya, golongan muda (pemuda) melihat peluang merebut momentum: Jepang telah runtuh, kekosongan kekuasaan terbuka—harus segera dimanfaatkan untuk mendeklarasikan kemerdekaan tanpa perantara Jepang.
Aksi Penculikan Menuju Rengasdengklok
Sekitar pukul 03.00–04.00 WIB dini hari 16 Agustus, Soekarno dan Hatta diculik—atau menurut istilah lain, diamankan—oleh kelompok pemuda dari Menteng 31: termasuk Soekarni, Wikana, Chaerul Saleh, Aidit, dan Soedanco Singgih (anggota PETA).
Rengasdengklok, kota kecil di Karawang, dipilih untuk menjauhkan keduanya dari tekanan Jepang dan memberi ruang bagi diskusi bebas.
Di Balik Rumah Djiaw Kie Siong: Negosiasi untuk Kemerdekaan
Awalnya Soekarno dan Hatta dititipkan di gubuk tua, namun atas intervensi KH Darip, mereka dipindah ke rumah Djiaw Kie Siong—sebuah rumah simpatik pejuang Tionghoa setempat. Di tempat itu, pemuda mendesak agar proklamasi dilakukan segera. Di sisi lain, Ahmad Soebardjo akhirnya datang sebagai jembatan antara golongan tua dan muda, menegaskan bahwa proklamasi akan dilakukan di Jakarta tanpa pengaruh Jepang.
Kembali ke Jakarta dan Lahirnya Proklamasi
Lewat kesepakatan penting di Rengasdengklok—kemerdekaan harus diproklamasikan, tetapi di Jakarta—Soekarno dan Hatta dibawa pulang dan tiba malam harinya.
Rapat persiapan proklamasi digelar di rumah Laksamana Maeda. Teks proklamasi disusun dan diketik oleh Sayuti Melik, lalu dibacakan keesokan harinya, 17 Agustus 1945, sekitar pukul 10.00 WIB, di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Mengapa Rengasdengklok Penting?
Peristiwa ini bukan sekadar penculikan—melainkan momen penentuan arah sejarah. Ia merepresentasikan benturan idealisme dan strategi, antara semangat revolusi golongan muda dan kehati-hatian elit golongan tua.
Tapi justru lewat ketegangan ini, Proklamasi Kemerdekaan lahir dengan kekuatan serta keabsahan yang memesona.
Golongan muda yang menyulut semangat perjuangan dan golongan tua yang menyeimbangkan tahapan politik akhirnya menemukan kesepakatan penting dalam ruang tersembunyi. Dengan demikian, Rengasdengklok menjadi ruang hening penanda awal Republik Indonesia (Wan).

